Analisis
Agribisnis Kakao (Theobrema cacao)
Nama : Fatmala Salmah
N I M : 111201001
Kelas : HUT 4A
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman Kakao merupakan tanaman
perkebunaan berprospek menjanjikan. Tetapi jika faktor tanah yang semakin keras
dan miskin unsur hara terutama unsur hara mikro dan hormon alami, faktor iklim
dan cuaca, faktor hama dan penyakit tanaman, serta faktor pemeliharaan lainnya
tidak diperhatikan maka tingkat produksi dan kualitas akan rendah.
Kakao
merupakan salah satu komoditas perkebunan utama yang diandalkan di Provinsi
Bali. Perkembangan kakao cukup pesat, dimana menurut data Bali Membangun 2004,
luas areal penanaman kakao pada tahun 2000 mencapai 6.564 ha dengan produksi
4.424.367 ton dan berkembang menjadi 8.764 ha pada tahun 2004 dengan produksi
mencapai 6.123.869 ton (Anonimb, 2004). Hampir keseluruhan areal
perkebunan kakao adalah perkebunan rakyat. Areal penanaman kakao di Provinsi
Bali, terutama berada di Kabupaten Jembrana dan Tabanan.
Namun,
perkembangan produksi kakao di Indonesia, termasuk di Provinsi Bali seringkali
tidak diikuti dengan perbaikan mutu biji kakao. Biji kakao dari perkebunan
rakyat cenderung masih bermutu rendah. Rendahnya mutu biji kakao, terutama
disebabkan oleh cara pengolahan yang kurang baik, seperti biji kakao tidak
difermentasi atau proses fermentasi yang kurang baik.
Fermentasi
merupakan inti dari proses pengolahan biji kakao. Proses ini tidak hanya
bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari pulp dan mematikan biji, namun
terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk citarasa cokelat yang enak dan
menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan pahit pada biji. Fermentasi
dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti fermentasi tumpukan, fermentasi
dalam keranjang, dan fermentasi dalam kotak. Pemilihan metodenya
tergantung pada kemudahan penerapan dan memperoleh wadah fermentasi, serta ketersediaan
tenaga kerja.
Fermentasi
yang sempurna menentukan citarasa biji kakao dan produk olahannya, termasuk
juga karena buah yang masak dan sehat serta pengeringan yang baik. Fermentasi
sempurna yang dimaksud adalah fermentasi selama 5 hari sesuai dengan penelitian
Sime-Cadbury. Jika fermentasi yang dilakukan kurang atau tidak sempurna, selain
citarasa khas cokelat tidak terbentuk, juga seringkali dihasilkan citarasa
ikutan yang tidak dikehendaki, seperti rasa masam, pahit, kelat, sangit, dan
rasa tanah.
Untuk
meningkatkan nilai tambah kakao sekaligus meningkatkan pendapatan petani kakao
di Bali, dilakukan beberapa strategi penelitian pasca panen. Tahap pertama
adalah penelitian untuk menyiapkan sarana dan teknologi pengolahan produk
primer secara kolektif (kelompok) sehingga dihasilkan peningkatan mutu biji
kakao; dan tahap kedua adalah penelitian lanjutan untuk mengembangkan produk
sekunder kakao sehingga dapat memberikan nilai tambah lebih besar bagi petani.
Produk olahan dari biji kakao yang bisa dihasilkan antara lain pasta, lemak,
dan bubuk cokelat. Produk ini banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku pada
industri makanan, farmasi, dan kosmetika.
Pasta
cokelat atau cocoa mass atau cocoa paste dibuat dari biji
kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji kakao yang semula
padat menjadi bentuk cair atau semicair. Pasta cokelat dapat diproses lebih
lanjut menjadi lemak dan bubuk cokelat yang merupakan bahan baku pembuatan
produk makanan dan minuman cokelat .
Tujuan
Tujuan
dari makalah yang berjudul “Analisis Agribisnis Kakao (Theobrema cacao)” ini adalah untuk
mengetahui pengolahan sampai pemasaran kakao.
A. Analisis Teknik
Pengolahan Kakao
Fermentasi merupakan inti dari proses pengolahan biji
kakao. Proses ini tidak hanya bertujuan untuk membebaskan biji kakao dari
pulp dan mematikan biji, namun terutama juga untuk memperbaiki dan membentuk
citarasa cokelat yang enak dan menyenangkan serta mengurangi rasa sepat dan
pahit pada biji. Fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa metode,
seperti fermentasi tumpukan, fermentasi dalam keranjang, dan fermentasi dalam
kotak. Pemilihan metodenya tergantung pada kemudahan penerapan dan
memperoleh wadah fermentasi, serta ketersediaan tenaga kerja.
Fermentasi yang sempurna menentukan citarasa biji kakao dan
produk olahannya, termasuk juga karena buah yang masak dan sehat serta
pengeringan yang baik. Fermentasi sempurna yang dimaksud adalah fermentasi
selama 5 hari sesuai dengan penelitian Sime-Cadbury. Jika fermentasi yang
dilakukan kurang atau tidak sempurna, selain citarasa khas cokelat tidak
terbentuk, juga seringkali dihasilkan citarasa ikutan yang tidak dikehendaki,
seperti rasa masam, pahit, kelat, sangit, dan rasa tanah.
Pasta cokelat atau cocoa mass atau cocoa paste
dibuat dari biji kakao kering melalui beberapa tahapan proses sehingga biji
kakao yang semula padat menjadi bentuk cair atau semicair. Pasta cokelat dapat
diproses lebih lanjut menjadi lemak dan bubuk cokelat yang merupakan bahan baku
pembuatan produk makanan dan minuman cokelat .
Lemak cokelat atau cocoa fat atau cocoa butter
merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap cair pada
suhu di bawah titik bekunya. Lemak cokelat dikeluarkan dari pasta cokelat
dengan cara dikempa atau dipres. Pasta kakao dimasukkan ke dalam alat kempa
hidrolis yang memiliki dinding silinder yang diberi lubang-lubang sebagai
penyaring. Cairan lemak akan keluar melewati lubang-lubang tersebut, sedangkan
bungkil cokelat sebagai hasil sampingnya akan tertahan di dalam silinder.
Lemak cokelat mempunyai warna putih kekuningan dan berbau
khas cokelat. Lemak cokelat mempunyai tingkat kekerasan yang berbeda pada suhu
kamar, tergantung asal dan tempat tumbuh tanamannya. Lemak cokelat dari
Indonesia, khususnya Sulawesi memiliki tingkat kekerasan lebih tinggi bila
dibandingkan lemak cokelat dari Afrika Barat; dan sifat ini sangat disukai oleh
pabrik makanan cokelat karena produk menjadi tidak mudah meleleh saat
didistribusikan ke konsumen.
Bubuk cokelat atau cocoa powder diperoleh melalui
proses penghalusan bungkil (cocoa cake) hasil pengempaan. Untuk
memperoleh ukuran yang seragam, setelah penghalusan perlu dilakukan pengayakan.
Bubuk cokelat relatif sulit dihaluskan dibandingkan bubuk/tepung dari
biji-bijian lain karena adanya kandungan lemak. Lemak yang tersisa di dalam
bubuk mudah meleleh akibat panas gesekan pada saat dihaluskan sehingga
menyebabkan komponen alat penghalus bekerja tidak optimal. Pada suhu yang lebih
rendah dari 34ºC, lemak menjadi tidak stabil menyebabkan bubuk menggumpal dan
membentuk bongkahan (lump).
Proses fermentasi akan menghasilkan kakao dengan cita rasa
setara dengan kakao yang berasal dari Ghana. Selain itu, kakao Indonesia
memiliki kelebihan tidak mudah meleleh sehingga cocok untuk blending.
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk
dengan mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan
fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan aktivitas
enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan penambahan kultur starter
(biang), karena pulp kakao yang mengandung banyak glukosa, fruktosa, sukrosa
dan asam sitrat dapat mengundang pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi
fermentasi.
Tahapan pengolahan pasca panen kakao yaitu buah hasil panen
dibelah dan biji berselimut pulp dikeluarkan, kemudian dikumpulkan pada suatu
wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat bervariasi, diantaranya drying
platforms (Amerika), keranjang yang dilapisi oleh daun, dan kontainer kayu.
Kontainer disimpan di atas tanah atau di atas saluran untuk menampung pulp
juices yang dihasilkan selama fermentasi (hasil degradasi pulp). Pada umumnya,
dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk drainase dan aerasi. Kontainer
tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm dari atas dan permukaan atas ditutupi
dengan daun pisang yang bertujuan untuk menahan panas dan mencegah permukaan
biji dari pengeringan. Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6
hari, isi kotak dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.
Fermentasi biji kakao akan menghasilkan prekursor cita rasa,
mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit, asam, manis dan
aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan kacang (nutty), dan
mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang tidak difermentasi
tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut sehingga cita rasa dan mutu biji
sangat rendah. Fermentasi pada biji kakao terjadi dalam dua tahap yaitu
fermentasi anaerob dan fermentasi aerob. Keberadaan asam sitrat membuat
lingkungan pulp menjadi asam sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan
terjadi fermentasi secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri
asam laktat dan bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa
etanol, asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan
membuat biji tidak berkecambah.
Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim
yang terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase, invertase
(kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-enzim ini
berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi pigmen selama
fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida dan gula pereduksi)
membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard (reaksi pencoklatan
non-enzimatis) selama penyangraian.
Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian
dikeringkan. Pengeringan dilakukan sampai kadar air menjadi 7 – 8 % (setimbang
dengan udara berkelembaban 75 %). Kadar air kurang dari 6 %, biji akan rapuh
sehingga penanganan serta pengolahan lanjutnya menjadi lebih sulit. Kadar air
lebih dari 9 % memungkinkan pelapukan biji oleh jamur. Pengeringan dengan
pemanas simar surya dapat memakan waktu 14 hari, sedangkan dengan pengeringan
non surya memakan waktu 2 – 3 hari.
Setelah pengeringan, biji disortir untuk membersihkan biji
dan dilanjutkan dengan penyangraian pada suhu 210 C selama 10 – 15 menit.
Tujuan dari penyangraian adalah untuk mensterilisasi biji serta pembentukan
cita rasa dari prekursor cita rasa (hasil fermentasi) melalui reaksi Maillard.
Pada saat panen, petani coklat Indonesia memiliki
kecenderungan untuk mengolah biji coklat tanpa fermentasi dengan cara merendam
biji dalam air untuk membuang pulp dan dilanjutkan dengan penjemuran, dengan
demikian biji siap dijual tanpa memerhatikan kualitas. Langkah tersebut diambil
petani untuk mendapatkan hasil penjualan yang cepat karena jika melalui
fermentasi diperlukan waktu inkubasi sehingga petani harus menunggu untuk
mendapatkan keuntungan dari penjualan, sedangkan fermentasi merupkan kunci
penting untuk memberikan cita rasa coklat. Dengan demikian, pengetahuan
mengenai pentingnya fermentasi pada biji kakao perlu disebarluaskan pada petani
coklat.
Produk yang melalui proses fermentasi sehingga diperoleh cita
rasa coklat yang sesungguhnya dengan cost production yang relatif rendah.
Fermentasi dapat dilakukan secara tradisional dan tidak memerlukan treatment
khusus, hanya diperlukan wadah fermentasi dari kayu, ruang penyimpanan, lahan
untuk menjemur, dan mesin penyangrai.
B. Peluang Pasar Ekspor Bisnis Kakao Indonesia
dalam Perdagangan Internasional
Untuk meningkatkan nilai tambah kakao sekaligus meningkatkan
pendapatan petani kakao di Bali, dilakukan beberapa strategi penelitian pasca
panen. Tahap pertama adalah penelitian untuk menyiapkan sarana dan teknologi
pengolahan produk primer secara kolektif (kelompok) sehingga dihasilkan
peningkatan mutu biji kakao; dan tahap kedua adalah penelitian lanjutan untuk
mengembangkan produk sekunder kakao sehingga dapat memberikan nilai tambah
lebih besar bagi petani. Produk olahan dari biji kakao yang bisa dihasilkan
antara lain pasta, lemak, dan bubuk cokelat. Produk ini banyak dimanfaatkan
sebagai bahan baku pada industri makanan, farmasi, dan kosmetika.
Menurut Asosiasi
Industri Kakao Indonesia, memperkirakan nilai ekspor kakao akan mencapai US$ 2
miliar pada 2012, tumbuh 11% dari proyeksi 2011 sebesar US$ 1,8 miliar. Pada
2010 nilai ekspor kakao tercatat US$ 1,6 miliar. produksi biji kakao Indonesia
selama 2012 bisa mencapai sekitar 500.000 ton atau 50.000 ton lebih banyak dari
tahun sebelumnya. Data International Cacao and Coffee Organization / ICCO bahwa
kebutuhan kakao dunia meningkat sebesar 3,299 juta ton. Dan data pada saat ini
produksi biji kakao hanya 3,288 juta ton. Di Indonesia kakao menjadi salah satu
komoditi unggulan. Pada tahun 2006 produksi kakao Indonesia mencapai 435.000
ton, dan Indonesia termasuk sebagai penghasil kakao terbesar ketiga setelah
Pantai Gading, Ghana di Afrika yang pangsa produksi sebesar 13,23% dari total
kakao dunia. Berdasarkan angka ini bisa ditingkatkan hingga mencapai 600.000
ton pada tahun 2011.
Untuk wilayah Eropa sangat membutuhkan pasokan kakao yang sangat tinggi.
Negara tujuan ekspor untuk kakao dan produk kakao ini terbesar untuk Uni Eropa
adalah Jerman, Perancis, Belgia, Italia, Austria dan Spanyol.
Dan berdasarkan data pada tahun 2004 Indonesia mengekspor kakao ke Eropa
berupa Cocoa Butter, Cocoa Paste, Biji Kakao dan Cocoa Powder.
Untuk masuk wilayah Eropa yang perlu diperhatikan beberapa persyaratan
standar mutu biji kakao. Untuk ekspor pemasaran kakao di Uni Eropa perlu
memperhatikan mutu biji kakao, khususnya mutu citarasa, yang memerlukan syarat
proses fermentasi yang benar. Jerman sebagai salah satu negara pengimpor kakao
secara tegas mensyaratkan biji kakao harus difermentasi sebagai syarat dasar
agar biji kakao memenuhi standar yang diinginkan, lingkungan, biji kakao yang
harus difermentasi sebelum diekspor.
Hal ini sangatlah penting untuk menghindari masalah seperti Cacao
Detention karena beberapa hal mutu yang standar yang tidak dipenuhi oleh
pelaku usaha di Indonesia, dan beberapa hal yang harus juga diawasi adalah
prosedur pengiriman / shipping procedure dimana dalam hal ini apabila
melalui pengiriman melalui laut memakan waktu yang lama apabila untuk pangsa
pasar Eropa, Amerika dan sebagainya. Kemasan dalam container harus benar-benar
tahan baik dari packing dan proses dan prosedur penanganannya untuk export
handling. Beberapa hal yang kita cermati akibat
terkena automatic detention, harga biji kakao Indonesia di AS mengalami
pemotongan harga. Potongan harga ini hanya sekitar US$ 4 per ton, yang
dibebankan kepada importirnya. Namun, akibat adanya serangga ini timbul
kekhawatiran penyebaran penyakit. Pemasaran kakao Indonesia secara
internasional menghadapi kendala rendahnya mutu akibat biji kakao tidak
difermentasi dengan benar. Potongan harga akibat mutu biji kakao yang rendah
ini mencapai 10-25 % dari harga rata-rata kakao dunia dan lebih rendah 40%
dibandingkan harga kakao bermutu baik asal Ghana. Nilai pemotongan harga ini
mencapai US$ 50- 100 juta per tahun. Nilai potongan harga ini mungkin akan
meningkat apabila dunia dalam kondisi over supply yang menyebabkan
negara pengimpor lebih selektif terhadap biji kakao bermutu baik.
Memang mutu dan
kualitas ekspor Indonesia agak lebih rendah dari negara lain, tetapi hal ini
bisa lebih ditingkatkan lagi melalui procedure penanganan pasca panen Kakao
sampai ke Channel Distribution sampai kepada consumer.
Dalam persaingan
eksportir kakao Indonesia adalah Pantai Gading / Ivory Coast dengan pangsa
pasar 41,54%, Ghana dengan pangsa pasar 19, 54%, Nigeria pangsa pasar 9, 20%,
Swiss dengan pangsa pasar 7,27% dan Kamerun pangsa pasar 5,21%. Dengan demikian
hal ini menjadi tantangan bagi kita untuk lebih mengutamakan mutu dan
menghasilkan sesuatu yang baik demi meningkatkan pangsa ekspor kakao Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Carl E Hansen,
Margarita del Olmo and Christine Burri. 1998. Enzyme Activities
in
Cocoa Beans During Fermentation. J Sci Food Agric: 77, 273È281.
Suryani, Dinie,
Zulfebriansyah, 2007. Komoditas Kakao : Potret dan Peluang
Pembiayaan.
Economic Review : 210 . Desember 2007.
Rahayu, E. 2007.
Pemanenan dan Pengolahan Kakao Indonesia. Buletin Hasil
Hutan
Vol 16 No. 1 : 123.
Wudodo, S. 2008.
Peningkatan Teknik Pengolahan Kakao. Balai Penelitian
Kehutanan. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar