ANALISIS AGRIBISNIS JABON ( Anthocephalus cadamba )
CV.
Jabon lestari
( Milik
Ardha berlokasi di Desa Sangu, Kecamatan Bawang,
Kabupaten Batang, Jawa Tengah )
NAMA :
YUDHA PRANATA
NIM : 111201024
KELAS : HUT 4-A
M.KULIAH : AGRIBISNIS TANAMAN HUTAN
DOSEN : Dr. Agus Purwoko, S.hut., M.si
PENDAHULUAN
Jabon (Anthocephalus cadamba) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan
yang saat ini menjadi primadona bagi para petani. Dapat dilihat dengan
mulai dari maraknya persemaian jabon di kalangan masyarakat dewasa ini.
Bibit jabon pun sudah dapat dengan mudah di peroleh di depot-depot bibit
tanaman di pinggir jalan. Tanaman jabon baik yang masih muda maupun sudah
berumur, bisa dengan mudah di lihat di lahan-lahan kering. Ini menunjukkan,
tanaman jabon disukai oleh para petani.
Jabon tumbuh alami pada tanah
alluvial lembab di tepi sungai dan daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah
kering yang kadang-kadang digenangi air pada tanah dataran rendah sampai
ketinggian 1000 mdpl. Jabon juga dapat tumbuh baik di tanah liat, tanah
lempung, tanah top halus atau tanah lempung berbatu. Jabon memerlukan iklim
basah hingga iklim kemarau.
Di Indonesia Jabon dikenal sebagai
kelempayan. Tanaman ini terdapat di pulau Jawa, Sumantera, Kalimantan, Sumbawa
dan Irian Jaya. Jabon adalah jenis pohon cahaya (light-demander) yang cepat
tumbuh. Pada umur 3 tahun tingginya dapat mencapai 9 m dengan diameter 11 cm.
Di alam bebas, pohon Jabon pernah ditemukan mencapai tinggi 45 m dengan
diameter lebih dari 100 cm. Bentuk tajuk seperti payung dengan sistem
percabangan melingkar. Daunnya tidak lebat. Batang lurus silindris dan tidak
berbanir. Kayunya berwarna putih krem sampai sawo kemerah-merahan, mudah
diolah, lunak dan ringan. Jabon berbuah setahun sekali. Musim berbungannya pada
bulan Januari-Juni dan buah masak pada bulan Juli-Agustus dengan jumlah buah
majemuk per kg 33 buah.
Para petani dewasa ini sudah mulai
beralih ke tanaman jabon. Hal ini disebabkan adanya sejumlah keunggulan dari
jabon tersebut. Antara lain :
1. Jabon
merupakan tanaman yang cepat tumbuh atau biasa disebut fast growing
species. Hanya dalam kurun waktu 4-5 tahun, maka hasilnya dapat diperoleh
atau dipanen
2. .Jabon
dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 1000 mdpl. Tidak menutup
kemungkinan untuk ditanam pada ketinggian lebih dari 1000 mdpl, namun
kemungkinan besar pertumbuhannya kurang optimal.
3. Belum
ada atau masih sedikit hama dan penyakit yang menyerangnya.
4. Kayu
jabon berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus,
sehingga sangat cocok untuk industri perkayuan.
5. Tidak
memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang akan rontok sendiri
(self pruning).
6. Termasuk
tanaman pionir, yang dapat tumbuh dengan mudah pada lahan-lahan terbuka, lahan
yang semula kosong sehingga tepat untuk penghijauan pada lahan-lahan kritis.
7. Budidaya
Jabon relatif mudah, tidak terlalu membutuhkan perawatan yang istimewa.
8. Harga
kayu yang relatif tinggi, saat ini berkisar Rp 800.000,- per kubik. Harga
ini akan cenderung terus meningkat, karena kebutuhan industri terhadap kayu,
serta saat ini tidak diperkenankan kayu bulat yang berasal dari alam.
9. Pemasaran
kayu Jabon relatif mudah. Kayu jabon sangat dibutuhkan oleh industri kayu
lapis, meubel, pulp, produsen peti buah, mainan anak-anak, korek api, dan lain
sebagainya.
Itulah beberapa poin penting yang
merupakan keunggulan Jabon dibandingkan dengan tanaman kehutanan lainnya. Disamping
nilai ekonomisnya yang tinggi, ada nilai lainnya yang bisa jadi lebih tinggi
nilainya, misalnya sebagai tanaman penghasil oksigen, pencegah longsor dan
banjir, mengurangi pemanasan global.
AGRIBISNIS
JABON ( Anthocephalus cadamba )
CV JABON LESTARI
Jabon (Anthocephalus cadamba)
merupakan salah satu tanaman kehutanan yang sedang populer saat ini. Pohon
pionir yang satu ini mampu memikat hati para pengusaha kayu dalam 2 tahun
terakhir. Maraknya penanaman jabon saat ini didasarkan karena penjualan kayu
jabon ke produsen kayu sebagian besar berasal dari pohon yang tumbuh liar di
pekarangan. Berdasarkan wacana dalam Majalah Trubus Edisi 488, Juli 2010, CV
Jabon Lestari
milik Ardha mulai merintis usaha kemitraan jabon dengan investor.
Berbicara soal modal, bagian
pemasaran CV Jabon Lestari,
Dwi Setianto, mengatakan bahwa seorang investor minimal membenamkan modal Rp. 20-juta
untuk penanaman seluas 1 ha. Modal tersebut dipakai untuk pembelian bibit,
penanaman, dan pemupukan. Sementara perawatan dan penanggung pajak tanah adalah
pemilik lahan. Hasil panen nantinya akan diserahkan kepada SSS yang menerima
harga jabon sesuai dengan harga pasar yang berlaku di pabrik berkisar Rp.
980.000 per m3.
Pertumbuhan jabon sangat cepat
sehingga menjadi daya tarik bagi pekebun yang ingin mendapat output yang besar
dari agribisnisnya. Pertumbuhan jabon 7-10 cm/tahun. Jabon tersebut dalam 1
kali tanam bisa 2-3 kali panen. Jabon setelah ditebang dapat bertunas kembali
sehingga modalnya lebih kecil dibandingkan tanaman lain seperti sengon.
Jabon bila diperhitungkan setelah berumur 4
-5 tahun jabon mencapai diameter 36 cm. Dari populasi 1000 tanaman diperoleh
380
m3 (dengan asumsi 10 persen tanaman mati dan setiap 2,3 tanaman
menghasilkan 1 m3).
Seandainya harga jatuh sama dengan sengon Rp. 720.000 per m3, masih
menguntungkan. Padahal, prediksi harga jabon 4-5 tahun mendatang Rp.1-juta per m3. Maka CV
Jabon Lestari secara kemitraan telah mengelola
75 ha lahan. Dimana investor berasal dari Jakarta, Jawa Tengah, dan Nangroe
Aceh Darussalam.
Dengan adanya system kemitraan yang telah
diterapkan tersebut, maka input untuk industri perkayuan yang bertindak sebagai
investor akan semakin tinggi, dan akan memenuhi permintaan akan ply wood
ataupun pulp, sehingga kekurangan atau kesulitan bahan baku pun terhindari.
Investor dapat dengan mudah menanamkan modalnya pada perusahaan kemitraan di
bidang penanaman dan pembibitan, setelah itu melakukan perjanjian terhadap
hasilnya.
Menurut Prihadri (2010) ada 3 model
kemitraan dalam investasi kayu termasuk jabon. Yang pertama ialah model
informal. Industri kayu membagi-bagikan bibit kepada pemilik lahan atau
instansi secara gratis. Pemilik lahan yang menanam, merawat, hingga panen. Pemilik
lahan boleh menjual hasil panen kepada siapapun. Kelemahan dari pola kemitraan
ini yaitu tak ada jaminan pasar dan tidak ada bimbingan teknis budidaya bagi
pemilik lahan. Kedua ialah industri kayu membagikan bibit, melakukan
pendampingan, sebagian melakukan perawatan, hingga membantu panen bahkan ada
yang memberikan harga di atas harga pasar dan member harga tambahan karena
menunda tebang. Kisaran bagi hasil bagi pola kedua adalah 20 – 50 % untuk
industri dan 50 – 80 % untuk pemilik tanah. Ketiga : hampir sama dengan pola
kedua hanya dilakukan pada tanah Negara atau instansi tertentu. Kesepakatan
terjadi pada pemilik konsesi lahan Negara dengan industri atau dengan investor.
PENUTUP
Berdasarkan wacana dalam Majalah Trubus
edisi 488, Juli 2010, sistem pemasaran Jabon (Anthocepalus cadamba) yang dilakukan adalah dengan sistem kemitraan dengan nama perusahaan CV. Jabon Lestari milik Ardha yang mana berlokasi di
Desa Sangu, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Perusahaan
tersebut bergerak di bidang penanaman dan penjualan bibit jabon. System bagi
hasil dibuat sesuai dengan perjanjian yaitu investor memperoleh 50 %, pemilik
tanah 40 %, dan pengelola 10 %.
Berdasarkan artikel yang kami baca, sistem
pemasaran yang digunakan menurut kami adalah baik. Karena dengan melakukan
hubungan mitra dengan perusahaan-perusahaan sudah jelas hasil dari penanaman
jabon tersebut akan dijual ke siapa dan sudah pasti dengan harga yang sudah
disepakati sebelumnya. Selain itu hubungan mitra yang dilakukan pun dengan
perusahaan-perusahaan yang cukup besar. Dengan demikian keuntungan yang didapat
pun lebih maksimal. Namun sebaiknya dibuat pengenalan ke masyarakat luas agar
masyarakat dapat mengetahui bagaimana keuntungan yang didapatkan dari penanaman
jabon. Selain itu, system kemitraan yang telah banyak diterapkan antara
industri perkayuan (investor), pemilik lahan, dan pengelola lahan telah
berjalan dengan baik. Hanya saja, agar hubungan kemitraan tersebut tetap
berjalan dengan lebih baik lagi, kami menyarankan adanya patokan harga yang
menjanjikan dan bimbingan teknis bagi pemilik lahan karena kedua hal tersebut
juga mendukung keberlanjutan suatu hubungan kemitraan antara ketiga pelaku
kemitraan. Agar nantinya masing-masing pihak menerima bagiannya secara jelas
dan seimbang sesuai perjanjian sebelumnya.
Jadi, pemasaran
dan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pengusaha jabon baik itu bibit maupun
pohon jabon itu sendiri. Untuk masa
sekarang ini pengusaha jabon mempunyai masa depan yang cerah untuk bertanam
pohon jabon di samping mengurangi emisi karbon.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar