Jumat, 19 April 2013


ANALISIS AGRIBISNIS JABON ( Anthocephalus cadamba )
CV. Jabon lestari
( Milik Ardha berlokasi di Desa Sangu, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah )
 

NAMA             : YUDHA PRANATA
NIM                 : 111201024
KELAS            : HUT 4-A
M.KULIAH     : AGRIBISNIS TANAMAN HUTAN
DOSEN           : Dr. Agus Purwoko, S.hut., M.si

PENDAHULUAN
            Jabon (Anthocephalus cadamba) adalah salah satu jenis tanaman kehutanan yang saat ini menjadi primadona bagi para petani.  Dapat dilihat dengan mulai dari maraknya persemaian jabon di kalangan masyarakat dewasa ini.  Bibit jabon pun sudah dapat dengan mudah di peroleh di depot-depot bibit tanaman di pinggir jalan.  Tanaman jabon baik yang masih muda maupun sudah berumur, bisa dengan mudah di lihat di lahan-lahan kering.  Ini menunjukkan, tanaman jabon disukai oleh para petani.
            Jabon tumbuh alami pada tanah alluvial lembab di tepi sungai dan daerah peralihan antara tanah rawa dan tanah kering yang kadang-kadang digenangi air pada tanah dataran rendah sampai ketinggian 1000 mdpl. Jabon juga dapat tumbuh baik di tanah liat, tanah lempung, tanah top halus atau tanah lempung berbatu. Jabon memerlukan iklim basah hingga iklim kemarau.
            Di Indonesia Jabon dikenal sebagai kelempayan. Tanaman ini terdapat di pulau Jawa, Sumantera, Kalimantan, Sumbawa dan Irian Jaya. Jabon adalah jenis pohon cahaya (light-demander) yang cepat tumbuh. Pada umur 3 tahun tingginya dapat mencapai 9 m dengan diameter 11 cm. Di alam bebas, pohon Jabon pernah ditemukan mencapai tinggi 45 m dengan diameter lebih dari 100 cm. Bentuk tajuk seperti payung dengan sistem percabangan melingkar. Daunnya tidak lebat. Batang lurus silindris dan tidak berbanir. Kayunya berwarna putih krem sampai sawo kemerah-merahan, mudah diolah, lunak dan ringan. Jabon berbuah setahun sekali. Musim berbungannya pada bulan Januari-Juni dan buah masak pada bulan Juli-Agustus dengan jumlah buah majemuk per kg 33 buah.
            Para petani dewasa ini sudah mulai beralih ke tanaman jabon. Hal ini disebabkan adanya sejumlah keunggulan dari jabon tersebut. Antara lain :
1.      Jabon merupakan tanaman yang cepat tumbuh atau biasa disebut fast growing species.  Hanya dalam kurun waktu 4-5 tahun, maka hasilnya dapat diperoleh atau dipanen
2.      .Jabon dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian 0 – 1000 mdpl.  Tidak menutup kemungkinan untuk ditanam pada ketinggian lebih dari 1000 mdpl, namun kemungkinan besar pertumbuhannya kurang optimal.
3.      Belum ada atau masih sedikit hama dan penyakit yang menyerangnya. 
4.      Kayu jabon berbentuk silinder dengan tingkat kelurusan yang sangat bagus, sehingga  sangat cocok untuk industri perkayuan.
5.      Tidak memerlukan pemangkasan karena pada masa pertumbuhan cabang akan rontok sendiri (self pruning).
6.      Termasuk tanaman pionir, yang dapat tumbuh dengan mudah pada lahan-lahan terbuka, lahan yang semula kosong sehingga tepat untuk penghijauan pada lahan-lahan kritis.
7.      Budidaya Jabon relatif mudah, tidak terlalu membutuhkan perawatan yang istimewa.
8.      Harga kayu yang relatif tinggi, saat ini berkisar Rp 800.000,- per kubik.  Harga ini akan cenderung terus meningkat, karena kebutuhan industri terhadap kayu, serta saat ini tidak diperkenankan kayu bulat yang berasal dari alam.
9.      Pemasaran kayu Jabon relatif mudah.  Kayu jabon sangat dibutuhkan oleh industri kayu lapis, meubel, pulp, produsen peti buah, mainan anak-anak, korek api, dan lain sebagainya.
Itulah beberapa poin penting yang merupakan keunggulan Jabon dibandingkan dengan tanaman kehutanan lainnya. Disamping nilai ekonomisnya yang tinggi, ada nilai lainnya yang bisa jadi lebih tinggi nilainya, misalnya sebagai tanaman penghasil oksigen, pencegah longsor dan banjir, mengurangi pemanasan global.  
AGRIBISNIS JABON ( Anthocephalus cadamba )
 CV JABON LESTARI
Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu tanaman kehutanan yang sedang populer saat ini. Pohon pionir yang satu ini mampu memikat hati para pengusaha kayu dalam 2 tahun terakhir. Maraknya penanaman jabon saat ini didasarkan karena penjualan kayu jabon ke produsen kayu sebagian besar berasal dari pohon yang tumbuh liar di pekarangan. Berdasarkan wacana dalam Majalah Trubus Edisi 488, Juli 2010, CV Jabon Lestari milik Ardha mulai merintis usaha kemitraan jabon dengan investor.
            Berbicara soal modal, bagian pemasaran CV Jabon Lestari, Dwi Setianto, mengatakan bahwa seorang investor minimal membenamkan modal Rp. 20-juta untuk penanaman seluas 1 ha. Modal tersebut dipakai untuk pembelian bibit, penanaman, dan pemupukan. Sementara perawatan dan penanggung pajak tanah adalah pemilik lahan. Hasil panen nantinya akan diserahkan kepada SSS yang menerima harga jabon sesuai dengan harga pasar yang berlaku di pabrik berkisar Rp. 980.000 per m3.
 Pertumbuhan jabon sangat cepat sehingga menjadi daya tarik bagi pekebun yang ingin mendapat output yang besar dari agribisnisnya. Pertumbuhan jabon 7-10 cm/tahun. Jabon tersebut dalam 1 kali tanam bisa 2-3 kali panen. Jabon setelah ditebang dapat bertunas kembali sehingga modalnya lebih kecil dibandingkan tanaman lain seperti sengon.
Jabon bila diperhitungkan setelah berumur 4 -5 tahun jabon mencapai diameter 36 cm. Dari populasi 1000 tanaman diperoleh 380 m3 (dengan asumsi 10 persen tanaman mati dan setiap 2,3 tanaman menghasilkan 1 m3). Seandainya harga jatuh sama dengan sengon Rp. 720.000 per m3, masih menguntungkan. Padahal, prediksi harga jabon 4-5 tahun mendatang Rp.1-juta per m3. Maka CV Jabon Lestari secara kemitraan telah mengelola 75 ha lahan. Dimana investor berasal dari Jakarta, Jawa Tengah, dan Nangroe Aceh Darussalam.
Dengan adanya system kemitraan yang telah diterapkan tersebut, maka input untuk industri perkayuan yang bertindak sebagai investor akan semakin tinggi, dan akan memenuhi permintaan akan ply wood ataupun pulp, sehingga kekurangan atau kesulitan bahan baku pun terhindari. Investor dapat dengan mudah menanamkan modalnya pada perusahaan kemitraan di bidang penanaman dan pembibitan, setelah itu melakukan perjanjian terhadap hasilnya.
Menurut Prihadri (2010) ada 3 model kemitraan dalam investasi kayu termasuk jabon. Yang pertama ialah model informal. Industri kayu membagi-bagikan bibit kepada pemilik lahan atau instansi secara gratis. Pemilik lahan yang menanam, merawat, hingga panen. Pemilik lahan boleh menjual hasil panen kepada siapapun. Kelemahan dari pola kemitraan ini yaitu tak ada jaminan pasar dan tidak ada bimbingan teknis budidaya bagi pemilik lahan. Kedua ialah industri kayu membagikan bibit, melakukan pendampingan, sebagian melakukan perawatan, hingga membantu panen bahkan ada yang memberikan harga di atas harga pasar dan member harga tambahan karena menunda tebang. Kisaran bagi hasil bagi pola kedua adalah 20 – 50 % untuk industri dan 50 – 80 % untuk pemilik tanah. Ketiga : hampir sama dengan pola kedua hanya dilakukan pada tanah Negara atau instansi tertentu. Kesepakatan terjadi pada pemilik konsesi lahan Negara dengan industri atau dengan investor.











PENUTUP
Berdasarkan wacana dalam Majalah Trubus edisi 488, Juli 2010, sistem pemasaran Jabon (Anthocepalus cadamba) yang dilakukan adalah dengan sistem kemitraan dengan nama perusahaan CV. Jabon Lestari milik Ardha yang mana berlokasi di Desa Sangu, Kecamatan Bawang, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Perusahaan tersebut bergerak di bidang penanaman dan penjualan bibit jabon. System bagi hasil dibuat sesuai dengan perjanjian yaitu investor memperoleh 50 %, pemilik tanah 40 %,  dan pengelola 10 %.
Berdasarkan artikel yang kami baca, sistem pemasaran yang digunakan menurut kami adalah baik. Karena dengan melakukan hubungan mitra dengan perusahaan-perusahaan sudah jelas hasil dari penanaman jabon tersebut akan dijual ke siapa dan sudah pasti dengan harga yang sudah disepakati sebelumnya. Selain itu hubungan mitra yang dilakukan pun dengan perusahaan-perusahaan yang cukup besar. Dengan demikian keuntungan yang didapat pun lebih maksimal. Namun sebaiknya dibuat pengenalan ke masyarakat luas agar masyarakat dapat mengetahui bagaimana keuntungan yang didapatkan dari penanaman jabon. Selain itu, system kemitraan yang telah banyak diterapkan antara industri perkayuan (investor), pemilik lahan, dan pengelola lahan telah berjalan dengan baik. Hanya saja, agar hubungan kemitraan tersebut tetap berjalan dengan lebih baik lagi, kami menyarankan adanya patokan harga yang menjanjikan dan bimbingan teknis bagi pemilik lahan karena kedua hal tersebut juga mendukung keberlanjutan suatu hubungan kemitraan antara ketiga pelaku kemitraan. Agar nantinya masing-masing pihak menerima bagiannya secara jelas dan seimbang sesuai perjanjian sebelumnya.
Jadi, pemasaran dan keuntungan yang dapat diperoleh oleh pengusaha jabon baik itu bibit maupun pohon jabon  itu sendiri. Untuk masa sekarang ini pengusaha jabon mempunyai masa depan yang cerah untuk bertanam pohon jabon di samping mengurangi emisi karbon.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar